Sabtu, 05 Januari 2008

SURVEILANS

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengumpulan Data Surveilans
Surveilans adalah suatu aktivitas yang dilakukan terus menerus (ongoing) dalam mengumpulkan, menganalisa, menginterpretasikan dan mendiseminasi data. Dalam surveilans kesmas data surveilans harus digunakan untuk identifikasi riset dan kebutuhan pelayanan kesehatan.
Data surveilans memiliki ciri atau karakter yang membedakannya dengan register (pelaporan) biasa. Karakter itu antara lain: Data dilaporkan secara teratur dan up to date
1. Data disusun menurut spasial dan proses waktu (where & when)
2. Tidak dapat mengakses distribusi kasus jika hanya tersedia data agregat
3. Proses surveilans umumnya adalah suatu proses multivariat.
Tujuan dari data surveilans kesehatan masyarakat antara lain adalah :
1. Menilai status kesehatan masyarakat
2. Menentukan prioritas kesehatan masyarakat
3. Memantau dan mengevaluasi program
4. Melaksanakan riset
5. Mengidentifikasi masalah
Kegiatan surveilans kesehatan masyarakat tentunya harus dapat memberikan manfaat bagi peningkatan kesehatan masyarakat dan manfaat data surveilans tersebut adalah :
1. Menyediakan estimasi kuantitatif besarnya masalah kesehatan masyarakat
2. Potret riwayat alamiah penyakit
3. Mendeteksi epidemik
4. Dokumentasi distribusi dan penyebaran suatu peristiwa kesehatan
5. Memfasilitasi riset epidemiologis dan riset.
6. Pengujian hipotesis

7. Mengukur penilaian pemberantasan dan pencegahan penyakit
8. Memantau perubahan dalam agen infeksius
9. Mendeteksi perubahan dalam praktek kesehatan
10. Perencanaan à data membantu petugas kesehatan merencanakan aktivitas pelayanan yang tepat, control dan pencegahan untuk populasi yang baru.
Di era globalisasi kinerja tenaga surveilans diharapkan dapat meningkat untuk itu diperlukan faktor penunjang antara lain:
1. Peranan computer à National Electronic Telecommunication System for Surveillance (NETSS).
2. Analisis statistik yang lebih canggih
3. Peningkatan manfaat media elektronik untuk diserninasi data surveilans
4. Peningkatan aplikasi konsep surveilans pada area baru praktek kesehatan masyarakat seperti penyakit kronik, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan pencegahan cedera.
Dalam melakukan kegiatan surveiians dibutuhkan perencanaan adapun perencanaan tersebut bertujuan untuk menemukan perubahan kebutuhan masyarakat, menemukan perubahan kebutuhan kesehatan masyarakat dan untuk memperoleh informasi untuk aksi. Dalam merencanakan surveilans ada tahap-tahap yang harus dilalui antara lain:
1. Menetapkan tujuan
2. Mengembangkan definisi kasus
3. Mengembangkan system pengumpulan data
4. Mengembangkan instrument pengumpulan data
5. Menguji metode di lapangan
6. Mengembangkan pendekatan analisis data
7. Menentukan mekanisme diseminasi
8. Menentukan metode evaluasi
Untuk melakukan surveilans tentu diperlukan kriteria-kriteria tertentu sehingga suatu kasus atau kejadian dianggap perlu di lakukan surveilans penetapan criteria tersebut antara lain adalah : frekuensi terjadinya kasus atau peristiwa tersebut, tingkat keparahan dari kasus tersebut, biaya untuk melakukan kegiatan surveilans baik langsung maupun tidak langsung, prevebtabilitas, komunikabilitas, minat masyarakat umum, isu penyakit atau kasus tersebut yang muncul kemba!i, proses konsensus.
Sedangkan untuk suatu definisi kasus diperlukan elemen-elemen pendukung antara lain adalah : kriteria waktu, tempat serta orang, diagnosis klinis dan laboratories, sifat-sifat epidemiologis penyakit, derajat tertentu yang berkenaan dengan diagnosis, sangat sensitivitas dan spesifisitas. Selain itu dalam mendefinisikan suatu kasus ada faktor-faktor yang sangat berpengaruh yaitu tingkat pengetahuan dan criteria pendefinisian kasus.
Untuk menetapkan system pengumpulan data dilakukan hal sebagai berikut:
1. Memilih metode pengumpulan data
2. Menyelaraskan sistem dan tujuannya
3. Memilih waktu yang tepat
4. Mengetahui tipe konsisi
5. Menggunakan basis laboratorium untuk informasi
Tipe system pengumpulan data antara lain : sistem pencatatan vital, kumpulan data yang ada, register-register yang ada atau survey. Sedangkan system surveilans dibedakan menjadi 3 bagian yaitu : system surveilans pasif, system surveilans aktif dan system surveilans terbatas.
System pasif memiliki ciri dan kegunaan antara lain: sederhana, tidak memberatkan, terbatas oleh variabilitas, mung kin tidak representative, mungkin gagal mengidentifikasi outbreak, menggambarkan kecenderungan (trends). System aktif ciri dan kegunaannya adalah : dapat memvalidasi kerepresentatifan, laporannya lebih lengkap, dapat digunakan bersama investigasi khusus, dapat digunakan untuk periode yang singkat. Sedangkan kegunaan dan ciri dari system surveilans terbatas yaitu : dapat memecahkan masalah khusus, dapat mengidentifikasi semua kasus dan berguna untuk logistic serta aiasan - alasan ekonomis.

2.2. Analisa dan Interpretasi Data Survei!ans
Analisa data diperlukan untuk menjamin bahwa sumber data dan proses pengumpulan data adalah adekuat. Untuk menganalisa data surveilans kita harus mempertimbangkan hal - hal berikut :
1. Apa keistimewaan atau kekhasan data.
2. Memulai dari yang paling sederhana ke yang paling kompleks.
3. Menyadari bila ketidaktepatan dalam data menghalangi analisis-analisis yang lebih canggih. Jika ada data yang bias maka data tersebut tidak usah digunakan.
Dalam menganalisa data kita dapat menggunakan parameter­parameter antara lain adalah parameter waktu, tempat dan orang.
Analisis data menurut waktu yaitu dengan membandingkan jumlah kasus yang diterima selama interval waktu tertentu dan membandingkan jumlah kasus selama periode waktu sekarang dengan jumlah yang dilaporkan selama interval waktu yang sama dalam periode waktu tertentu.
Analisis data menurut tempat yaitu dengan mengetahui tempat pemajan terjadi, bukan tempat laporan berasal, mengetahui kemungkinan sumber-sumber pencegahan akan menjadi sasaran yang efektif, menggunakan computer dan perangkat lunak untuk pemetaan spasial, memungkinkan analisis yang lebih canggih.
Analisis menurut orang yaitu dengan menggunakan data umur ; gender ; ras atau entitas ; status perkawinan ; pekerjaan ; tingkat pendapatan dan pendidikan. Semua data orang tersebut dibutuhkan untuk dapat mengetahui sebab kasus terjadi.

2.3. Diseminasi Hasil Surveilans
Diseminasi adalah proses salah satu cara melalui informasi yang disampaikan dari satu titik ke titik lain. Untuk menyampaikan informasi dibutuhkan komunikasi yang baik atara si pemberi informasi dan si penerima informasi. Tahap - tahap diseminasi data antara lain:
1. Menetapkan yang hendak dikomunikasikan -7 dengan tujuan untuk menentukan etiologi dan riwayat aiamiah penyakit serta untuk mendeteksi dan mengendalikan epidemic. Mengevaluasi ukuran pengendalian.
2. Menentukan audiens àkepada siapa infomasi harus disampaikan : praktisi kesehatan masyarakat, penyedia yankes, organisasi profesi dan organisasi sukarela, pembuat kebijakan, media, public, pendidik.
3. Memilih sarana à melalui apa publikasi ( nerbitan) elektronik, media massa,)
4. Memasarkan pesan à bagaimana pesan seharusnya dinyatakan : dengan menggunakan format grafik dan peragaan visual lainnya (harus jelas dan sederhana), pertimbangan satu penolakan tujuan komunikasi (apa yang baru ? ; siapa yang dipengaruhi ? ; apa pekerjaan yang terbaik ? )
5. Menilai dampak à apa dampak dari pesan yang dibuat : apakah informasi surveilans telah dikomunikasikan kepada pihak-pihak yang membutuhkan informasi (evaluasi proses) dan apakah informasi itu mempunyai efek yang menguntungkan atas masalah kesmas atau kondisi yang menjadi perhatian (evaluasi dampak).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam diseminasi data kita mempunyai komponen kunci antara lain:
· Media
· Audiens
· Respon
· Penilaian proses.

2.4. Chikungunya
Chikungunya adalah sejenis demam virus yang disebabkan alphavirus yang disebarkan oleh gigitan nyamuk dari spesies Aedes aegypti. Namanya berasal dari sebuah kata dalam bahasa Makonde yang berarti "yang melengkung ke atas" , merujuk kepada tubuh yang membungkuk akibat gejala-gejala arthritis penyakit ini.
Penyakit ini pertama sekali dicatat di Tanzania, Afrika pad a tahun 1952, kemudian di Uganda tahun 1963. Penularan di Asia pertama kali pad a tahun 1958 di Thailand. Negara Asia lain yang dilaparkan terjangkit chikungunya antara lain Kamboja, Vietnam, Myanmar, Sri Lanka, India, Indonesia, dan Philippina. mulai ditemukan di Indonesia tahun 1973. Demam Chikungunya dilaporkan pertama kali di Samarinda, kemudian berjangkit di Kuala Tungkal, Martapura, Ternate, Yogyakarta (1983) selanjutnya berkembang ke wilayah-wilayah lain.
Awal 2001, kejadian luar biasa (KLB) demam Chikungunya terjadi di Muara Enim, Sumatera Selatan dan Aceh. Disusul Bogar bulan Oktober. Setahun kemudian, demam Chikungunya berjangkit lagi di Bekasi (Jawa Barat), Purworejo dan Klaten (Jawa Tengah). Jumlah kasus chikungunya yang terjadi sepanjang tahun 2001-2003 mencapai 3.918 kasus tanpa kematian.
Gejala-gejalanya mlrlp dengan infeksi virus dengue dengan sedikit perbedaan pada hal-hal tertentu. Virus ini dip!ndahkan dari satu penderita ke penderita lain melalui nyamuk, antara lain Aedes aegypti.
Virus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti ini akan berkembang biak di dalarn tubuh man usia. Virus menyerang semua usia, baik anak-anak maupun dewasa di daerah endemis. Secara mendadak penderita akan mengalami demam tinggi selama lima hari, sehingga dikenal pula istilah demam lima hari.
Pada anak kecil dimulai dengan demam mend adak, kulit kemerahan.
Ruam-ruam merah itu muncul setelah 3-5 hari. Mata biasanya merah disertaitanda-tanda seperti flu. Sering dijumpai anak kejang demam.
Pada anak yang lebih besar, demam biasanya diikuti rasa sakit pad a otot dan sendi, serta terjadi pembesaran kelenjar getah bening. Pada umumnya demam pada anak hanya berlangsung selama tiga hari dengan tanpa atau sedikit sekali dijumpai perdarahan maupun syok.
Pada orang dewasa, gejala nyeri sendi dan otot sangat dominan dan sampai menimbulkan kelumpuhan sementara karena rasa sakit bila berjalan. Kadang-kadang timbul rasa mual sampai muntah. Nyeri sendi ini menurut lembar data keselamatan (MSDS) Kantor Keamanan Laboratorium Kanada, terutama terjadi pada lutut, pergelangan kaki serta persendian tangan dan kaki.
Pada Chikungunya tidak ada perdarahan hebat, renjatan (shock) maupun kematian. Dengan istirahat cukup, obat demam, kompres, serta antisipasi terhadap kejang demam, penyakit ini biasanya sembuh sendiri dalam tujuh hari. Inilah yang membedakan penyakit chikungunya dengan demam berdarah dengue.
Masa inkubasi dari demam Chikungunya dua sampai empat hari. Manifestasi penyakit berlangsung tiga sampai 10 hari. Virus ini termasuk self limiting disease alias hilang dengan sendirinya. Namun, rasa nyeri masih tertinggal dalarn hitungan minggu sampai bulan
Satu-satunya cara menghindari penyakit ini adalah membasmi nyamuk pembawa virusnya. Insektisida yang digunakan untuk membasmi nyamuk ini adalah dari golongan malation, sedangkan themopos untuk mematikan jentik­jentiknya. pencegahan yang murah dan efektif untuk memberantas nyamuk ini adalah dengan cara menguras tempat penampungan air bersih, bak mandi, vas bunga dan sebagainya, paling tidak seminggu sekali, mengingat nyamuk tersebut berkembang biak dari telur sampai menjadi dewasa dalam kurun waktu 7-10 hari.
Penyakit ini sulit menyerang penderita yang sama. Tubuh penderita akan membentuk antibodi yang akan membuat mereka kebal terhadap wabah penyakit ini di kemudian hari. Dengan demikian, kedl kemungkinan bagi mereka untuk terserang lagi.
Gambaran karakteristik penderita Chikungunya adalah paling banyak pada kelompok umur 15-49 tahun, jenis kelamin perempuan, tingkat pendidikan tamat SD, tidak bekerja, a!amat RW.03 Kelurahan Kedaung Wetan, gajala yang dialami demam, sakit sendi, ruam di kulit dan nyeri oto, tempat pengobatan di puskesmas terdekat, dan tidak bepergian ke luar kota dalam kurun waktu 2 minggu terakhir sebelum sa kit. Sedangkan gambaran kondisi lingkungan rumah penderita Chikungunya adalah sebagian besar tidak mempunyai sarana air bersih sendiri, terdapat genangan air bersih, dinding bilik, ventilasi rumah tidak dilengkapi dengan kasa nyamuk, terdapat jentik nyamuk Aedes aegypti, terdapat pohon/tanaman hias lainnya dan kondisi pekarangan rumahnYEl kotor.
Upaya penanggulangan KLB demam chikungunya adalah kerjasama serasi antara kegiatan penyelidikan, pengobatan-pencegahan dan surveilans ketat. Surveilans ketat dilakukan terhadap surveilans penderita demam chikungunya dan surveilans jentik secara berkala.
Adanya gerakan pembersihan sarang nyamuk di suatu desa akan berdampak pada penurunan angka serangan




BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Pelaksanaan Surveilans di Puskesmas Limo
Surveilans adalah suatu aktivitas yang dilakukan terus menerus (ongoing) dalam mengumpulkan, menganalisa, menginterpretasikan dan mendiseminasi data. Dengan kata lain surveilans merupakan sebuah sistem yang menyeluruh yang terkait dengan data, guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Namun dalam pelaksanaannya, khususnya di Indonesia belum bisa diterapkan sistem yang menyeluruh seperti itu.
Berdasarkan wawancara kami dengan penanggung jawab surveilans di Puskesmas Limo, bisa disimpulkan bahwa pemahaman petugas surveilans belum menyeluruh. Menurut mereka, surveilans baru dijalankan bila ada laporan dari masyarakat tentang satu penyakit. Dengan kata lain bila ditemukan kasus, barulah petugas terjun kelapangan untuk menjalankan surveilans.
Namun sebenarnya pelaksanaan surveilans di puskesmas limo sudah cukup baik. Hanya saja pemahaman petugas yang belum menyeluruh mungkin menyebabkan data yang ada kurang lengkap atau belum dijadikan alat untuk aksi dan perencanaan kegiatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Bila ditinjau dari tipe system pengumpulan data antara lain : sitem pencatatan vital, kumpulan data yang ada, register-register yang ada atau survey. Menurut. pemahaman petugas lapangan surveilans hanya berdasarkan survey. Tetapi pelaksanan di Puskesmas Limo Sebenarnya sudah mencakup semua tipe diatas. Pencatatan vital, puskesmas berkerja sama dengan Kelurahan Limo. Puskesmas juga memiliki sistem register, misalnya register KIA. Dan kumpulan data da dapat dari kegiatan puskesmas sehari-hari.
Bila kita meninjau system surveilans dibedakan menjadi 3 bagian yaitu system surveilans pasif, system surveilans aktif dan system surveilans sentineL Ketiga sistem surveilans diatas juga dijalankan di Puskesmas Limo, namun hal itu kurang disadari petugas. Sistem surveilans pasif dijalankan
sehari-hari saat membuka layanan kesehatan. Sistem aktif dilakukan beberapa waktu dan mengenai beberapa hall penyakit oleh kader kesehatan yang sudah cukup terlatih di wilayah Puskesmas Limo. Untuk surveilans sentinel dilakukan bila terdapat KLB, misalnya KLB chikungunya .
Peran kader sangat membantu dalam surveilans di puskesmas Limo. Misalnya untuk surveilans KIA, surveilans TB, dll. Kinerja kader dipuskesmas limo sangat baik, dapat dilihat dari keaktifan mereka dalam mengikuti pelatihan kader. Pelatihan kader dilaksanakan dalam lokakarya mini setiap bulan. Pelatihan rutin tersebut sangat bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan kader.
Berdasarkan rekomendasi dari kelurahan seseorang terpilih menjadi kader kesehatan. Kader adalah orang yang mengenal hampir semua warga di pemukiman sekitarnya. Dan setalah mengikuti pelatihan diharapkan bisa membantu petugas memantau kondisi kesehatan warga sekitarnya. Khususnya terkait penyakit menular atau KLB serta KIA.
Dalam pengolahan dan penyimpanan data di puskesmas Limo sudah menggunakan komputerisasi. Hanya saja karena belum adanya tenaga yang khusus menangani komputerisasi maka hal itu belum berjalan optimal.
Dalam surveilans, setelah data dikumpulkan, maka data akan diolah, dianalisa, di interpretasi. Namun dalam pelaksanaan di puskesmas Limo kami melihat hal tersebut belum jelas pelaksanaannya. Mungkin pengolahan dan analisa, interpretasi data dilakukan namun tanpa tujuan yang jelas pada saat awal pengumpulan data. Sehingga data kurang reliabel dan adekuat.
Dalam proses diseminasi data, petugas biasanya menjalankan diseminasi hanya kepada pihak yang mereka berkewajiban untuk mendiseminasi data tersebut. Misalnya kepada kelurahan, suku dinas Kesehatan setempat, dan departemen kesehatan.
3.2. Kendala Surveilans di Puskesmas Limo
Berdasarkan hasil wawancara kami dengan petugas surveilans dipuskesmas Limo, diketahu: ada beberapa kendala pelaksanaan suroJeilans diwilayah itu. Antara lain kurang SDM, dimana petugas yang khusus menangani surveilans hanya satu orang dan orang tersebut memiliki kerja rangkap. Karena SOM yang benyak memiliki kerja rangkap maka data surveilans yang ada masih banyak yang tersebar. Oengan kata lain belum adanya pembagian tugas yang spesifik karena SOM yang terbatas. Namun petugas kesehatan di puskesmas limo cukup terbentu dengan adanya kader yang aktif dan memiiki keterampilan.
Wilayah Puskesmas Limo mencakup lima kelurahan 50 % dari cakupan wilayah tersebut merupakan wilayah pemukiman strata menengah keatas. Hal tersebut membuat petugas mendapat kesulitan untuk mendata atau mensurvey wilayah tersebut. Oan biasanya penduduk di wilayah pemukiman elite tersebut tidak menggunakan Puskesmas Limo sebagai sarana kesehatan mereka
3.3. Contoh Surveilans Sentinel Penyakit Chikungunya
Upaya penanggulangan KLB demam chikungunya adalah kerjasama serasi antara kegiatan penyelidikan, pengobatan-pencegahan dan surveilans ketat. Surveilans ketat dilakukan terhadap surveilans penderita demam chikungunya dan surveilans jentik secara berkala. Berdasarkan wawancara dengan petugas surveilans, bahwa mereka menemukan KLB chikungunya berdasarkan informasi dari kader dan dari jumlah penderita yang dating ke puskesmas.
Setelah diketahui adanya KLB chikungunya, petugas melakukan survey kewilayah kejadian, dan ke wilayah cakupan puskesmas. Dari aktivitas survey yang dilakukan petugas dapat dikatakan sebagai bentuk surveilans penderita demam chikungunya.
Kemudian petugas melakukan penyuluhan tentang chikungunya, pencegahan serta penanggulangannya kepada masyarakat di wilayah cakupan puskesmas. Selain itu petugas juga melakukan fogging dan abatisasi di wilayah Limo. Dalam melakukan kegiatan diatas petugas bekerjasama dengan perangkat pemerintahan setempat.
Untuk melihat angka kejadian, karakteristik penderita dan aksi yang dilakukan dapat dilihat pada Lampiran makalah ini.




BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Pelaksanaan surveilans di Puskesmas Limo sudah cukup baik, walaupun dengan berbagai kendala yang ada. Dan upaya penanggulangan KLB chikungunya sudah dilakukan seoptimal mung kin

4.2. Saran
Berdasarkan hal tersebut disarankan bagi Dinas Kesehatan dan Puskesmas untuk melaksanakan penyuluhan individu dan kelompok, menerapkan SKD KLB, malaksanakan abatisasi dan fogging sesuai prosedur. Sedangkan bagi masyarakat diharapkan partisipasi aktifnya dalam Pemberantasan Sarang Nyail':uk mslalui gerakan 3M (Mengurus Menutup dan Mengubur), pemasangan kasa nyamuk pada ventilasi rumah dan menggunakan repelant.





DAFTAR PUSTAKA
Modul kuliah surveilans, FKM UI
http://ppmplp.depkes.go.id/detail.asp?m=4&s=3&i=70
http://id.wikipedia.org/wiki/Chikungunya
http://www.depkes.go.id
Chikunya,Tidak Menyebabkan Kematian atau Kelumpuhan,
http://www.kompas.com
http://www.geocities.com
http://digilib.litbang.depkes.go.id

1 komentar:

Unknown mengatakan...

mana lampirannya mbak ?